HAKEKAT SYAHADAT TINGGAL TUNJUK


Materi yang dijabarkan disini di jelaskan berdasarkan kepada kaedah-kaedah pengajian secara hakekat dan makrifat semata-mata, jaganlah di banding-bandingkan dengan konteks pemahaman secara syariat karena maklumat pengajian sangat berbeda.
Syahadat adalah merupakan rukun islam yang pertama, dimana seseorang yang ingin menjadikan Islam sebagai cara hidupnya haruslah terlebih dahulu mengucapkan dua kalimah Syahadat ini,  yaitu : “Asyhadu alla illaha illallah wa asyhadu anna muhammadarrasulullah”.
Jadi selama orang itu tidak melafazkan “Asyhadu alla illaha illallah wa asyhadu anna muhammadarrasullah”  maka selama itu pula orang itu tidak bisa di golongkan (diiktiraf) sebagai seorang islam.
Dalam pengertian syariat dua kalimah syahadat ini adalah : “Asyhadu alla illaha illallah wa asyhadu anna muhammadarrasulullah” diartikan : aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang disembah melainkan Allah s.w.t dan aku juga bersaksi bahwa Nabi Muhammad s.a.w. itu adalah utusan Allah s.w.t.
Sungguh banyak diantara kita yang hanya pandai melafazkan ucapan dua kalimah syahadat ini, tetapi jarang sekali yang ingin mengkaji atau mempelajari tentang hakekat pengertian maksud dan tujuan syahadat itu sendiri, kebanyakan kita hanya mengikuti keluarga kita, mendengar ibu dan bapak kita melafazkan syahadat, maka kitapun turut berbuat demikian, namun kita tidak pernah mau bertanya kenapa kita harus melafazkan “Asyhadu alla illaha illallah wa asyhadu anna muhammadarrasullullah”. Dan kenapa juga kita tidak boleh melafazkan satu bentuk lafaz penyaksian yang lain dari pada kalimah syahadat di atas.
Disamping itu tidak ada yang pernah bertanya kenapa kalimat itu bisa membawa kepada pengertian “Tiada Tuhan yang disembah melainkan Allah s.w.t.” sedangkan didalam kalimah tersebut tidak terdapat perkataan Tuhan (Rabbi) dan tidak terdapat perkataan sembah (abduhu), tetapi didalam penafsiran arti  bahasanya oleh para ulama syariat ada terdapat perkatan Tuhan dan Sembah. Dan kenapa syahadat tidak boleh dikatakan begini : “Asyhadu alla rabbi nakbuduhu illallah” yang tentunya lebih sesuai untuk diartikan dengan “Tiada Tuhan yang disembah melainkan Allah s.w.t.”. Tetapi ternyata kita tetap diarahkan oleh Islam supaya melafazkan dengan lafaz syahadat "Asyhadu alla illaha illallah" yang membawa pengertian kepada Tiada yang nyata hanya Allah s.w.t.


Jadi bisa disimpulkan disini bahwa pengertian yang dibuat oleh para alim ulama syariat adalah jauh tidak sesuai dengan matlumat sebenarnya yang hendak dinyatakan oleh syahadat itu sendiri. Disamping itu persoalanya adalah, apakah perkataan Allah s.w.t. didalam syahadah itu boleh di diartikan sama dengan Tuhan?....Begitu juga bila kita melafazkan “wa asyhadu anna muhammadarrasulullah”, apakah benar membawa suatu pengertian kepada “dan aku bersaksi bahwa nabi Muhammad s.a.w. itu utusan Allah s.w.t.”. Jika benar demikian mengapa Nabi Adam a.s.  bapak sekalian manusia juga mengucap syahadatnya dengan mengakhirkan syahadatnya itu dengan lafaz  wa asyhadu anna muhammadarrasulullah ? dan seterusnya Nabi Ibrahim a.s., Nabi Ismail a.s.,  semua Nabi dan Rasul, Wali-wali Allah, sebelum lahir Nabi Muhammad s.a.w. mengucap dengan ucapan yang sama, atau mungkin ada yang berpendapat bahwa Nabi-nabi sebelum lahir Nabi Muhammad s.a.w. mengucap dengan cara lain? jika benar begitu apakah bisa dikatakan bahwa Islam ini hanya baru ada pada zaman Nabi Muhammad s.a.w.?  dan benarkah Islam tidak pernah ada sebelumnya? dan jika benar ucapan “Muhammad” itu sama kepada Nabi Muhammad s.a.w., kenapa  pula Nabi Muhammad s.a.w. juga mengucap seperti kita mengucap sekarang? Dan kenapa pula Rasulullah s.a.w. tidak mengucap begini : “ Asyhadu alla rabbi nakbuduhu illallah wa asyhadu anna rasulullah”.
Yang lebih sesuai membawa kepada pengertian “Aku bersaksi tiada Tuhan yang disembah melainkan Allah s.w.t. dan aku bersaksi bahwa akulah pesuruh Allah s.w.t.”. Masih banyak hal-hal yang perlu dipertanyakan apabila kita melangkah, dan berusaha mencari dan menggali pengertian syahadat yang sebenar-benarnya.
Adapun kalimah syahadat itu adalah : “Asyhadu alla illaha illallah wa asyhadu anna muhammadarrasulullah”. Dan sesungguhnya “Asyhadu alla illaha illallah” itu adalah dinamakan Syahadat Tauhid dan kalimah “wa asyhadu anna muhammadarasulullah” adalah dinamakan syahadat Rasul.
Adapun kalimah “Asyhadu alla illaha illallah” dinamakan Syahadat Tauhid sebab di dalam kalimah tersebut kita bersaksi dengan sepenuh rasa bahwa tiada yang lain hanya Allah s.w.t.  semata-mata, tiada sekutu baginya didalam segala hal, dan tiada sesuatu pun yang bercampur  aduk dengannya kecuali dia semata-mata.
Oleh sebab itulah kita bersaksi dengan diri kita sendiri tiada yang nyata pada kita hanya Allah s.w.t. semata, kita nafikan tubuh kita dan kita isbabkannya kepada nyatanya Allah s.w.t. semata-mata (diri batin kita).
Adapun kalimah “wa asyhadu anna muhammadarasulullah” itu Syahadat Rasul sebab pada kalimah ini kita melafazkan bersaksi bahwa yang menyampaikan dan menanggung diri rahasia Allah s.w.t. adalah  “Muhammad” yaitu diri zahir kita dan dengan melafazkan kalimah zahir tersebut maka berikrar dan bersaksilah kita dengan diri kita sendiri bahwa diri zahir kita tetap akan menanggung rahasia Allah s.w.t. dan akan menjaganya untuk selama-lamanya.
Adapun hakikat ketuhanan itu adalah diri bathin kita (Rohani) dan hakikat kerasulan itu adalah diri zahir kita (Jasmani). Diri bathin adalah sebenar-benar diri yang menyatakan rahasia Tuhan, dan untuk menyatakan diri rahasia Allah tersebut adalah zahir kita. Jadi diri zahir kitalah yang menyatakan rahasia ketuhanan Allah s.w.t. Oleh yang demikianlah diri zahir kita ini digelar Hakikat Rasul.
Bila kita melafazkan : “ Asyhadu alla illaha illallah”, maknanya : Tiada nyata hanya Allah s.w.t. Dari sini jelaslah kalimah : “Asyhadu alla illaha illallah”.
itu sudah jelas bagi menyatakan tentang diri bathin kita. Bila saja kita lafazkan kalimah tersebut dengan jelas kita mengakuinya dengan sesungguhnya,  bahwasanya “ Tiada nyata hanya allah s.w.t. “Dialah rahasia Allah s.w.t. yang dikandung  oleh tubuh zahir kita”.

Adapun  kalimah : “Wa asyhadu anna muhammadarrasulullah”. Adalah menyatakan diri kasar kita (jasad) karena hakekat bentuk manusia itu berhakekat dengan huruf Mim karena itu bila kita melafazkan kalimah : “Asyhadu alla illaha illallah wa asyhadu anna muhammadarrasulullah”. Maka kalimah yang telah dilafazkan itu adalah meliputi pada menyatakan diri bathin dan diri zahir kita (Rohani dan Jasmani) yaitu kita menyaksikan yang dikandung oleh tubuh kasar kita adalah diri rahasia Allah s.w.t. dan diri kasar inilah merupakan sarungnya. Seperti firman Allah s.w.t. didalam hadis Qudsi : “Al insanu sirri wa anna sirru”. Artinya : Manusia  itu adalah rahasiaKu dan Akulah rahasianya



Allah s.w.t. mengkaruniakan manusia untuk memegang dan bertanggung jawab terhadap rahasiaNya, itulah sebabnya Allah s.w.t. telah memberi satu penghormatan besar terhadap kejadian manusia.
Al-Quran didalamnya terdapat ayat menterjemahkan : “Sesungguhnya Aku karuniakan manusia itu dengan satu kejadian yang sebaik-baiknya”. Kejadian manusia adalah satu-satunya kejadian yang paling sempurna dan tersusun rapi pada zahir dan bathin.
Duduknya kemuliaan manusia adalah karena manusia sajalah kejadian Allah s.w.t. yang sanggup memegang rahasiaNya. Sedangkan sebelumnya Allah s.w.t. sendiri pernah menawarkan rahasia ini kepada langit, bumi, gunung-gunung untuk menanggungnya.
Seperti firman Allah s.w.t. didalam Al Quran : …Artinya : Sesungguhnya rahasia Aku ini pernah Ku tawarkan kepada langit, bumi, gunung-gunung tetapi mereka enggan menerimanya karena takut mengabaikannya tetapi yang sanggup menerima adalah manusia. Sebab itu bila kita mengucap : “Asyhadu alla illaha illallah wa asyhadu anna muhammadarrasulullah”.
Maka berarti kita bersaksi dengan diri kita sendiri bahwa tiada yang nyata pada diri kita hanya Allah s.w.t. semata-mata dan tubuh zahir kita ini adalah bentuk nyata pada rahasia Allah s.w.t. semata-mata.
Adapun ketika sholat kita berdiri menyaksikan diri kita sendiri, kita menyaksikan bahwa diri kitalah yang membawa dan menanggung rahasia Allah s.w.t.  dan tiada sesuatu pada diri kita hanya rahasia Allah s.w.t.  semata-mata. Tiada sesuatu yang kita punya kecuali hak Allah s.w.t. semata-mata. Jika diibaratkan maka diri kita ini hanya sebagai sebuah kotak radio yang bisa hidup dengan mengharapkan siaran dari stasiun pemancar  semata-mata dan perlu diingatkan bahwa berfungsinya radio tersebut karena dapat menerima gelombang siaran dari stasiun pemancar tersebut. Jadi jika habis siarannya atau rusaknya penerimaan siaran maka sudah tentu kotak radio tersebut akan dibuang menjadi sampah, maka begitulah kita.
Kita akan berguna disisi Allah s.w.t. jika kita dapat menanggung amanah rahasiaNya itu serta dapat berfungsi dan bertindak mengenal diri kita sendiri. Karena bila saja kita dapat mengenal diri kita, maka dengan itu pulalah kita dapat mengenal diri Allah s.w.t. itu sendiri.
Seperti firman Allah s.w.t. didalam Hadis Qudsi : “Man arafa nafsahu fakad arafa rabbahu” Artinya :Barang siapa mengenal dirinya maka kenallah Tuhannya”. Oleh karena itu jika kita tidak mengenal diri kita maka kita akan lebih hina daripada sampah di sisi Allah s.w.t. Adapun sholat itu bukan berarti menyembah, karena bila disebut sembah maka sudah tentu membawa pengertian bahwa ada yang menyembah dan ada pula yang kena sembah, dan tiap-tiap yang di sembah sudah pasti ada di hadapan yang menyembah.
Karena itu bagaimana halnya dengan Allah s.w.t. yang bersifat berlainan dengan benda-benda yang ada dialam semesta ini, dan Allah s.w.t. tidak bertempat dimana atau dimana, jika saja pengertiannya Allah s.w.t.  dihadapan kita maka artinya Allah s.w.t. bertempat. Dan jika ini itikad kita maka kafir-lah jadinya. BACA POST :BANGKIT KITA DENGAN KALIMAH SYAHADAT

Lagi pula bagaimana bisa dikatakan sholat itu diartikan sebagai meyembah, sedangkan manusia itu sendiripun adalah diri rahasia Allah s.w.t. Seperti firman Allah s.w.t. didalam Hadis Qudsi : “Al insanu sirri wa ana sirru”. Artinya : Manusia itu adalah rahasiaku dan diri Akulah rahasianya.
Bahwa sholat itu sebenarnya adalah satu cara menyaksikan diri sendiri, dan sesungguhnya diri kita itu adalah diri Allah s.w.t. semata-mata. Seyogyanya diingatkan bahwa keadaan yang dinyatakan diatas, bukanlah sekali-kali kita boleh beritikad bahwa Allah s.w.t. itu duduk didalam diri kita, jika kita beranggapan begitu maka kafir juga jadinya, dan keadaan yang diterangkan diatas juga bukan sekali-kali boleh beritikad bahwa diri batin kita (roh) itu Tuhan dan bertuhankan diri. Jika demikian kafir pula jadinya.
Perlu sekali diingatkan bahwa kita ini adalah sebagai kotak radio yang menerima gelombang radio dan rahasia radio, maka untuk menyatakan rahasia radio tersebut adalah stasiun pemancar yang memancari siarannya ke kotak radio, kemudian berbunyilah radio sebagaimana siaran asalnya pada stasiun pemancar.
Begitulah dengan Allah s.w.t.  Dia memuji diri-Nya dengan diri rahasia-Nya yang dikandung oleh manusia.
seperti firman Allah s.w.t. di dalam Hadis Qudsi yang maknanya :
Aku suka mengenal diri-Ku sendiri
Lalu Aku jadikan makhluk ini
Lalu Aku perkenalkan diri Aku
Kepada mereka dan lalu mereka
Pun mengenal Aku
Berawal yang dimaksudkan dengan makhluk didalam Hadis Qudsi diatas adalah manusia. Adapun yang dikatakan sholat itu berdiri menyaksikan diri karena semasa sembahyang kita wajib berkata : “Asyhadu alla illaha illallah wa asyhadu anna muhammadarrasulullah”. Artinya : Bersaksilah aku tiada yang nyata kecuali Allah s.w.t. (diri bathin) dan bersaksilah aku bahwa (diri zahir) itu adalah penyata rahasia allah s.w.t. (diri bathin).
Disini terang dan jelaslah bahwa kalimah penting itu dilafazkan oleh kita bagi tujuan supaya kita menilik diri kita dengan mata hati kita bahwa akulah yang membawa rahasia Allah s.w.t.  semata-mata tiada sesuatu pada kita hanya Allah s.w.t. semata-mata.
Ucapan penyaksian ini bukan saja dilafazkan oleh lidah, tapi harus dikatakan bersama oleh semua anggota tubuh zahir dan bathin kita, masing-masing serentak berdiri menyaksikan diri  Allah s.w.t. semata-mata.
Pada saat kita melafazkan syahadat tersebut, maka gemetarlah seluruh tubuh, jiwa raga, bersamaan dengan itu terasalah oleh kita satu kelezatan yang amat sangat, tidak bisa di ungkapkan dengan kata-kata, kecuali dirasakan sendiri oleh mereka yang pernah mengalami dan sampai pada martabat ini.
Untuk menegaskan hal diatas Allah s.w.t. telah berfirman didalam Al Quran : Artinya : Sesungguhnya bagi mereka yang beriman apabila saja disebut Allah s.w.t. niscaya gemetarlah hati mereka dan apabila dibaca ayat-ayatnya maka bertambahlah iman mereka dan kepada Allah s.w.t. mereka bertawakal. Adapun : “Asyhadu alla illaha illallah” Bersaksilah aku tiada yang nyata hanya Allah s.w.t. Yaitu bersaksilah aku dengan telinga aku, mata aku, otak aku, kulit aku, daging aku, kaki tangan aku dan seluruh tubuh zahir dan bathin aku. Tiada yang nyata kecuali Allah s.w.t.
Artinya aku melihat dan mendengar dengan penglihatan dan pendengaran Allah s.w.t., tiada aku merasa Allah s.w.t.-lah merasa, tidak aku berkehendak Allah s.w.t yang berkehendak, tidak aku berkuasa Allah s.w.t. yang berkuasa.
Tidak aku ……melainkan….,    tidak-aku ……… melainkan ….. Hanya allah s.w.t. semata-mata.
Singkat kata semua perlakuan kita hendaklah dilihat pada pandangan sepenuhnya kepada Allah s.w.t semata-mata. Seperti firman Allah s.w.t… Artinya : Dimana saja kamu menghadap disitulah wajah Allah s.w.t. Cara ini adalah dengan kita menafikan diri kita yang zahir ini dan kita mengisabkan diri kita yang bathin.
Adapun : “Wa asyhadu anna muhammadarrasullullah” Artinya : Dan bersaksilah aku bahwa diriku yang zahir ini adalah menanggung diri rahasia Allah s.w.t. semata-mata.
Dalam kalimah ini kita bersaksi dengan diri kita sendiri  bahwa diri kita jasmani inilah yang menanggung dan membawa rahasia Allah s.w.t. (diri bathin) dan diri kita yang zahir inilah juga yang menjadi dalil awal akan wujudnya Allah s.w.t. Tuhan semesta alam.
Dengan demikian maka kalimah syahadat itu adalah kalimah hakekat yang menyatakan penyambungan diantara  badan jasmani dengan badan rohani kita. Kalimah ini tidak boleh dipisahkan dan diceraikan diantara satu dengan lainnya.
Setengah ulama berpendapat bahwa adalah tidak boleh bagi kita untuk melafazkan kalimah syahadah tersebut dengan cara mewakafkan bacaan dimana-mana, bahagian, dua kalimah syahadah tersebut tidak boleh kita mewakafkan di tengah kalimah  seperti yang diamalkan oleh kebanyakan orang-orang awam, karena kita ketahui bahwa tubuh dua kalimah syahadat tersebut adalah gabungan rohani dan jasmani kita.
Oleh karena itu tidak boleh kita melafazkan dengan mewakafkan kalimah tersebut pada mana-mana  bagian kalimah, tapi seharusnya  dibaca secara terus menerus didalam satu nafas. Disamping itu hendaklah dibaca dengan perlahan, panjang dan teratur mengikuti sebutan huruf dan baris masing-masing supaya kelezatan kalimah penyaksian ini dapat dirasai sepenuhnya oleh kita sebagaimana yang pernah dinikmati oleh orang-orang ariffinbillah.
Adapun ucapan dua kalimah syahadat yang hanya dilafazkan di mulut tanpa dimengerti apakah sebenarnya hakekat syahadat tersebut adalah dinamakan "Syahadat Tanda".
Maksud dari hakikat Syahadat tanda ini adalah bertujuan supaya orang yang mengaku diri mereka Islam turut sama mengiktirafkan, bahwa siapa yang mengucap dua kalimah syahadat semacam tadi adalah beragama Islam seperti mereka juga.
Tetapi sebenarnya syahadat semacam itu adalah kosong dan tidak memberi arti apa-apa serta tidak bermakna, artinya jika diibaratkan pisau maka pisau semacam itu adalah pisau tumpul yang tidak pernah mengerti makna tajam. Dia hanya semata-mata bergelar pisau tetapi tidak berguna untuk apa-apa karena tajam itulah sebenar-benarnya guna dari pisau itu.
Oleh sebab itu maka bagi mereka yang hanya mengerti melafazkan dua kalimah syahadat  tetapi tidak mengerti daripada hakekat  syahadat  maka manusia sebegini adalah manusia ikut-ikutan (Islam karena manusia) dan dia bukan sekali-kali Islam karena Allah s.w.t. dengan itu maka untuk menjadi Islam karena Allah maka seseorang itu haruslah mengetahui dan memahami hakekat syahadat yang sebenarnya.
Manusia yang bersyahadat tanda adalah manusia yang mengakui bahwasanya dirinya adalah Islam tetapi pada hakikatnya kosong tiada berisi apapun. Mereka merasai tanggung jawab  terhadap dirinya dan terhadap Tuhannya. Mereka kosong seperti sebiji padi yang tidak berisi (hampa). Dia tidak tahan untuk menghadapi ujian Allah s.w.t. dan bergerak mengikuti arus tanpa tujuan. Bila saja ditiup angin ujian niscaya terbanglah ia mengikuti arusnya, dan manusia ini tidak mungkin mendapat petunjuk daripada Tuhannya dan rugi. Orang-orang semacam ini  bolehlah kita sebut sebagai manusia Islam kulit. mereka ini tidak mempunyai pegangan malahan pegangannya adalah bergantung terus kepada pegangan manusia lain.
Mereka juga bolehlah dianggap sebagai burung Beo yang pandai berkata-kata tapi dia sendiri tidak memahami apa yang dikatakan. Oleh sebab itu janganlah kita menjadi pisau tumpul atau burung Beo yang ingin menjadi manusia.
Dengan demikian saya menghimbau kepada kita semua pahamilah kalimah syahadat ini baik-baik, karena hal ini adalah pokok atau asas kalimah untuk menentukan kita dengan Allah s.w.t. kalimah pokok yang menjadi  dasar ketuhanan dan asas untuk membedakan kita dengan yang lain.

Related Posts



Bagaimana Reaksi Anda Tentang Artikel Ini?

Comments

Kirim E-mail Anda Dapatkan Artikel Berlangganan Gratis....

ENTER YOUR EMAIL ADDRESS :

DELIVERED BY : SUARA MANIA POST ||| 🔔siulanmania@gmail.com

👍 POPULER POST

CARA UNTUK BERSYUKUR ATAS NIKMAT YANG DIKARUNIAKAN ALLAH SWT

HARI KESEHATAN MENTAL SEDUNIA, INI TEMA TAHUN INI DAN SEJARAHNYA

TAK LAGI MAYORITAS

NERAKA MENURUT SYAIKH SITI JENAR

MAN CITY VS NORWICH, AGREGAT 14 -1 TEGASKAN REKOR MENTERENG THE CITIZENS

🚀LINK TAUTAN ARTIKEL SPONSOR

FOLLOWERS