Berpikir
dan Bertindak
“Biarkanlah mereka (didunia
ini) makan dan bersenang-senang karena dilalaikan oleh angan-angan (kosong),
kelak mereka akan mengetahui ( akibat dari perbuatan tersebut).” (Q.s. al-Hijr
[15]:3).
Berpikir saja tanpa tindakan
lebih lanjut sama juga bohong, namun bertindak tanpa berpikir berarti sombong.
Berpikir dan bertindak tak ubahnya dua sisi mata uang, yang antara satu dengan
lainnya saling membutuhkan, sebab “sebuah tindakan adalah kesimpulan akhir
persepsi pikiran, dan persepsi pikiran adalah efek akhir sebuah tindakan,”
begitu para pendahulu menjelaskan. Mereka juga menegaskan, bahwa “apa pun
aktivitas yang dilakukan seseorang, itu tak berarti apa-apa bila pikiran tidak
disertakan.”(ibnu khaldun).
Bukankah
informasi dari Nabi SAW. Sebagaimana disampaikan Aisyah ra. Menyatakan :
“Pertanggungjawaban yuridis
tidak berlaku pada : 1) orang yang tidur sampai ia bangun ; 2) anak kecil
sampai ia dewasa ; 3) orang gila sampai ia sembuh.” (H.r. an-Nasai).
Informasi
tersebut seakan-akan menjelaskan bahwa “apapun yang dilakukan orang tidur, anak
kecil, dan orang gila tidak bisa dimintai pertanggungjawaban yuridis.” Dengan
kata lain, ketika anak kecil melakukan tindak pencurian, misalnya, segala
aktivitas penyelidikan dan penyidikan terhadapnya harus dibatalkan demi hukum.
Hal ini, karena hukum
berlaku bagi mereka yang mampu berpikir secara normal, dan melakukan tindakan
secara sadar – terlepas tindakan tersebut ada unsur kesengajaan atau tidak, itu
soal lain.
Berpikir
disini tentu saja berpikir sesuai kebutuhan, tidak harus berfikir secara formal
dan sistematis, karena tidak semua tindakan harus didasarkan pada pola berpikir
sistematis. Baca Juga : Berpikir-alamiah
👉RELATED POSTS : #Suara,
#Tubuh Kosong,
Comments
Post a Comment
BERIKAN KOMENTAR ANDA SEUAI TOPI DALAM RANGKA MEMBERIKAN MASUKAN KELEBIHAN DAN KEKURANGAN ARTIKEL ATAU KONTEN BERIKUT INI : ???