Konon, Nabi SAW
pernah bersabda, sebagaimana diinformasikan Usman Bin Affan ra : “ sebaik-baik
kalian adalah orang yang bersungguh-sungguh mempelajari Alquran, kemudian ia
serius mengajarkannya.” (H.r. Al-Bukhari, 2002, hadis no. 5027). Sederhananya,
kemuliaan seseorang terkait seseorang adalah saat ia benar-benar belajar
memahami Al-Quran sebagaimana mestinya, kemudian ia mentransformasikan
pemahamannya pada orang lain atas nama nilai-nilai keimanan dan kemanusiaan.
Untuk dapat memahami Al-Quran sebagaimana mestinya,
seseorang harus mulai membiasakan diri membaca Al-Quran, kemudian belajar
mengetahui artinya lalu mempelajari maknanya, baru memahami maksudnya dan
terakhir baru mengejawantahkan hasil perenungan dalam hidup sehari-hari. Semua
orang memang tidak diberi kemampuan sama untuk melakukan hal-hal tersebut,
karena memang fungsi masing-masing manusia dibuat berbeda oleh Tuhan.
Dalam kaitannya dengan hadist diatas, seolah-olah Nabi
SAW mengingatkan : “Kewajiban bagi mereka yang diberi kecerdasan lebih dalam
memahami Al-Quran adalah mengajarkan apa yang telah diajarkan Allah kepada
orang lain, sedang kewajiban bagi mereka yang tidak diberi kecerdasan seperti
itu adalah belajar Al-Quran pada mereka yang memperoleh limpahan anugerahnya,”.
Pada dimensi ini, saya katakan bahwa kedudukan awal antara yang mengajar dan
yang diajar setara dihadapan Tuhan. Terlepas setelah itu kedudukan antar
keduanya berbeda di hadapan-Nya, mutlak menjadi wewenangnya hak preogatif
Tuhan.
Ada dua model cara membaca Al-Quran yakni membaca yang
tersurat dan tersirat. Membaca yang tersurat adalah membaca ayat-ayat kauliah
yang terdapat dalam kitab suci Al-Quran seperti yang ada sekarang ini. Adapun
membaca yang tersirat adalah membaca ayat-ayat kauniah yang tersebar di semesta
alam. Idealnya seseorang harus melakukan dua pola pembacaan tersebut sesuai
potensi yang diberikan Tuhan kepadanya, agar kesimpulan yang diambil mendekati
kebenaran yang dikehendakinya.
Agar tidak terkesan mengada-ada, saya mendasarkan
pandangan diatas pada sabda Nabi SAW, sebagaimana diinformasikan Junadad Bin
Abdillah ra : “Bacalah Alquran! Kemudian, ikutilah petunjuk manakala maksud
yang dikehendakinya tidak membingungkan hati kalian. Namun bila kalian bingung
atas maksud yang dikehendakinya, tangguhkanlah sementara waktu sampai kalian
menemukan kejelasan.” (H.R. al-Bukhari, 2002, hadis no. 5061).
Dalam hadist tersebut, seakan-akan Nabi SAW
mengingatkan : “Ayat suci Alquran adalah firman Allah, dan kebenarannya tak
terbantahkan. Namun, kebenaran dari yang tersurat tersebut belum tentu mampu
kupahami sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, bila engkau menemukan kebenaran
yang sulit kau pahami dari ayat kauliah tersebut, engkau jangan tergesa-gesa
mengikutinya sebelum membandingkannya dengan ayat-ayat kauliah lainnya, atau
engkau membandingkannya dengan ayat-ayat kauniah yang ia tampakkan di
sekitarmu".
Membaca adalah mencari makna dari yang lahir, sedang
menulis adalah melahirkan rahasia dari yang batin. Bagi manusia, kedua hal ini
harus dilakukannya, bila tidak, jiwanya kurang seimbang , bila membaca Al-quran
sebagaimana penjelasan diatas, bagaimana dengan menulis Al-quran? Disini,
menulis tidak saya pahami dalam konteks, kata-kata, melainkan dalam konteks
aktivitas atau perbuatan.
Nabi SAW bersabda, sebagaimana diinformasikan Abu Musa
Al-Asyari ra :
- “Perumpaan orang mukmin ‘sidik’ yang membaca Al-Quran,
kemudian merealisasikannya dalam hidup sehari-hari adalah seperti buah limau,
yakni rasanya manis dan baunya harum.”
- “Perumpamaan orang mukmin ‘sidik’ yang tidak membaca
Al-Quran, namun beraktivitas sebagaimana petunjuk Al-Quran adalah laksana buah
kurma, yakni rasanya manis dan baunya biasa saja.”
- “Perumpamaan orang ‘mukmin’ munafik yang tidak membaca
Al-Quran adalah seperti minyak wangi, yakni baunya harum namun rasanya pahit.”
- “Perumpamaan orang ‘mukmin’ munafik yang tidak membaca
Al-Quran adalah seperti buah labu, yakni rasanya pahit dan baunya tidak sedap.”
(H.r. Al-Bukhari, 2002, hadis no. 5059).
Yang dibaca tidak harus dilakukan semua, karena aturan
dan petunjuk dalam Al-Quran memiliki hirarki tertentu untuk pembacanya. Dengan
kata lain, aturan dan petunjuk Al-Quran wajib dilaksanakan seluruh manusia
(hudan linnas) sesuai potensi dan kekuatan yang diberikan Tuhan.
👉RELATED POSTS : TUBUH KOSONG,
Comments
Post a Comment
BERIKAN KOMENTAR ANDA SEUAI TOPI DALAM RANGKA MEMBERIKAN MASUKAN KELEBIHAN DAN KEKURANGAN ARTIKEL ATAU KONTEN BERIKUT INI : ???